Minggu, 29 Maret 2015

         
           Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah pengangguran, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah. Salah satu sasaran utama pembangunan adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itulah, pemerintah senantiasa membuat kebijakan yang dapat meningkatkan taraf hidup pekerja dengan tingkat upah yang layak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Mulai tahun 2001, tingkat upah minimum regional dikenal dengan tingkat Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Tingkat upah minimum yang ditetapkan di atas tingkat upah rata-rata yang diperoleh pekerja akan menyebabkan pengusaha mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga penyerapan tenaga kerja akan berkurang. Di pasar tenaga kerja, penawaran, tenaga kerja oleh masyarakat akan lebih besar daripada permintaan tenaga kerja oleh pengusaha. Sehingga, akan terjadi pengangguran. Bagaimana dampak penetapan upah minimum terhadap tingkat upah dan pengangguran di Pulau Jawa? Penelitian dilakukan selama tiga bulan mulai bulan Juni-Agustus 2004 Penelitian ini menggunakan data sekunder time series mulai dari tahun 1988 sampai 2002. Data time series yang telah dikumpulkan dikombinasikan dengan data cross section dari lima propinsi di Pulau Jawa.

         Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan yang terdiri dari empat persamaan termasuk persamaan identitas yaitu persaingan permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, upah riil dan pengangguran. Untuk mengetahui dampak kebijakan upah minimum terhadap tingkat upah dan pengangguran di Pulau Jawa maka dilakukan simulasi terhadap model yang telah ada. Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh, dilakukan simulasi kebijakan pada variabel UMP Riil pembahan sebesar 5 persen. Dari hasil simulasi kenaikan UMP Riil sebesar 5 persen terjadi penurunan jumlah permintaan tenaga kerja di tiap propinsi dengan penurunan rata-rata sebesar 0.74% dalam rentang waktu 1988 sarnpai tahun 2002. Upah riil juga mengalami penurunan sebesar 2.71% begitu juga dengan pengangguran yang mengalami penurunan sebesar 11.29%. Penurunan UMP sebesar 5% akan menyebabkan upah riil pekerja mengalami kenaikan sebesar 3.03%. Penyerapan tenaga kerja akibat penurunan tersebut mengalami kenaikan sebesar 0.82% dan jumlah pengangguran mengalami kenaikan sebesar 12.49%. 

         Kondisi pasar tenaga kerja dapat mempengaruhi pergerakan penawaran agregat dari pasar faktor produksi. Lebih lanjut, perubahan keseimbangan dalam pasar tenaga kerja yang terbentuk berdasarkan perpotongan antara harga yang dibentuk oleh produsen (price setting) dan upah yang diekspektasikan oleh pekerja (wage setting) dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Keseimbangan yang terjadi pada pasar tenaga kerja selanjutnya menjadi determinan dari pergerakan penawaran agregat. Pergerakan penawaran agregat sebagai representasi dari kondisi pasar tenaga kerja dan intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah, melalui interaksi dengan permintaan agregat pada titik perpotongan dapat menentukan output perekonomian. Dengan demikian, berdasarkan transmisi dari pasar tenaga kerja hingga keseimbangan penawaran dan permintaan agregat, kondisi yang terjadi dalam pasar tenaga kerja dapat menentukan tingkat output natural dan pengangguran. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh dinamika kondisi pasar tenaga kerja, khususnya pengaruh upah minimum provinsi terhadap tingkat pengangguran perlu dipahami secara saksama mengenai karakteristik pasar tenaga kerja, kualifikasi tenaga kerja, dan regulasi pengupahan di Indonesia. 

            Jumlah angkatan kerja di Indonesia selama periode 2004-2013 terus mengalami peningkatan, dari 103.973.387 pada 2004 menjadi 121.191.712 pada 2013. Peningkatan jumlah angkatan kerja ini disebabkan oleh peningkatan penduduk berumur 15 tahun ke atas pada periode yang sama. 


     Tabel Karakteristik Tenaga Kerja Tahun 2004-2013


Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 

         Tabel diatas memperlihatkan karakteristik dasar tenaga kerja Indonesia tahun 2004-2013. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami peningkatan dari 67,55% tahun 2004 menjadi 69,21% tahun 2013. Kenaikan jumlah angkatan kerja dan TPAK ini disebabkan pertumbuhan alamiah, yaitu didorong oleh pertumbuhan penduduk.



 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 

          Jumlah tenaga kerja dan tingkat partisipasi tenaga kerja mengalami peningkatan pada 2006-2013 seiring dengan menurunnya tingkat pengangguran terbuka. Tingkat partisipasi kerja pada 2008, 2011, dan 2012 secara berurutan adalah 91,61%, 93,4%, dan 93,89% dan tingkat pengangguran terbuka pada periode yang sama adalah 9,11%, 7,14%, dan 6,32%. 

          Tabel di bawah ini menampilkan tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia pada 2002-2012. Tenaga kerja dengan pendidikan SLTP atau lebih rendah dikelompokan sebagai tenaga kerja kurang terdidik, sementara tenaga kerja dengan pendidikan SMU atau SMK atau lebih tinggi dikategorikan sebagai tenaga kerja terdidik. 

Tabel Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2002-2012 


Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 

          Berdasarkan kategori tersebut, distribusi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan formal di Indonesia didominasi oleh tenaga kerja kurang terdidik. Namun, proporsi tenaga kerja terdidik terus mengalami peningkatan dari 22,3% pada 2002 menjadi 33,1% pada 2012. Peningkatan ini terjadi baik pada pendidikan SMU/SMK, diploma, maupun universitas. Selanjutnya, pada periode 2002-2012 tenaga kerja kurang terdidik mengalami penurunan dari 77,7% pada 2002 menjadi 66,9%. Penurunan tenaga kerja kurang terdidik terjadi secara konsisten pada tingkat pendidikan SD, hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah pada pendidikan dasar dalam bentuk pembebasan biaya.



Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 

        Grafik 1.1.1. menampilkan pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada 2004-2013. Jumlah pengangguran terbuka tertinggi terdapat pada pekerja dengan pendidikan SLTA umum, SLTP, dan SD. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka terendah terdapat pada pekerja dengan pendidikan tidak/belum pernah sekolah, diploma/akademi, dan universitas. Jumlah pengangguran terbuka terendah adalah pekerja dengan pendidikan tidak/belum pernah sekolah disebabkan oleh proporsi tenaga kerja tidak/belum pernah sekolah merupakan yang paling kecil dalam tenaga kerja Indonesia.
          Regulasi Upah Minimum di Indonesia diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penetapan upah minimum sejak tahun 2006 didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL) seorang pekerja lajang. Komponen kebutuhan hidup layak ini diatur dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi. 

Tabel Regulasi Upah Minimum 



         Efek Upah Minimum terhadap Tenaga Kerja Upah minimum adalah penetapan suatu standar minimum yang harus dibayarkan oleh para pengusaha atau pelaku industri kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerja (Mankiw, 2007). 

Gambar Grafik  Efek Upah Minimum terhadap Tenaga Kerja 


Sumber: Borjas, George J. 2008. Labor Economics. McGraw-Hill: United States. 


         Pada awalnya, pasar kompetitif tenaga kerja berada pada keseimbangan dengan tingkat upah W* dan tenaga kerja E*. Kemudian, pemerintah mengenakan upah minimum sebesar W1. Selanjutnya, diasumsikan bahwa upah minimum berlaku secara umum, sehingga semua pekerja yang berada pada angkatan kerja terkena peraturan. Ketika pemerintah menetapkan upah terendah pada titik W1, permintaan tenaga kerja turun ke titik ED. Sebagai akibat dari upah minimum beberapa pekerja akan kehilangan pekerjaannya dan menjadi pengangguran pada grafik 2.1. ditunjukkan sebesar E*-ED. Tingkat upah yang tinggi untuk mempekerjakan pegawai menyebabkan penambahan pegawai sebesar E*-ES yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja tidak dapat menemukan pekerjaan dan akan menambah jumlah pengangguran. Oleh karena itu, pengenaan upah minimum dapat memberikan pengaruh pada pasar tenaga kerja berupa meningkatnya jumlah pengangguran.

       Kesimpulan Saya dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh upah minimum provinsi terhadap tingkat pengangguran terbuka pada tingkat provinsi di Indonesia tahun 2001-2012. Dengan menggunakan data panel 26 provinsi pada tahun 2001-2012 hasil estimasi menunjukkan bahwa upah minimum provinsi (lnUMP) signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Upah minimum provinsi signifikan pada α (α = 0,05), pada saat upah minimum provinsi naik sebesar 1%, tingkat pengangguran terbuka akan meningkat sebesar 6,745%. Peningkatan ini dapat menjelaskan bahwa pada saat upah minimum provinsi diterapkan, biaya yang dihadapi perusahaan semakin tinggi dan pada akhirnya dapat berakibat pada pengurangan tenaga kerja. Sementara itu, PDRB tidak signifikan mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka. Hal ini dikarenakan masih terdapat faktor-faktor lain yang lebih dapat mempengaruhi tingkat pengangguran provinsi di Indonesia. Berdasarkan pembahasan hasil estimasi dan kesimpulan, untuk penulisan selanjutnya, berikut ini saran yang dapat diberikan. Penggunaan variabel PDRB per kapita dengan memperhatikan unsur populasi sebagai representasi dari kondisi ekonomi provinsi. Memasukan variabel lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka, seperti tingkat pendidikan, usia angkatan kerja, dan lain-lain.

Lebih Lengkapnya Download jurnalnya disini.


#Tugas 1 Mata Kuliah Kewirausahaan
#Dosen : Supangat SE., S.Kom., M.MT.

#Nama : Muchammad Nafil arfany 
#NBI    : 1461404723
#Fak     : Teknik Informatika

0 komentar:

Posting Komentar